Kamis, 12 Juni 2025 | Gedung MWB, Ruang Rimbawan 1 | 08.30 WIB – Selesai
Sebagai wujud nyata komitmen terhadap pengelolaan hutan lestari yang berkeadilan, Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat telah menyelenggarakan kegiatan Launching Panduan Penerapan Kerangka Kerja Perbaikan Sosial FSC pada Kamis, 12 Juni 2025 di Gedung MWB, Ruang Rimbawan 1. Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 50 peserta secara langsung dan sekitar 140 peserta secara daring, melibatkan lintas pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, lembaga sertifikasi, akademisi, masyarakat adat, pelaku usaha, serta LSM.
Kerangka Kerja Perbaikan (Remedy Framework) FSC merupakan kebijakan strategis terbaru yang diluncurkan oleh Forest Stewardship Council (FSC), lembaga internasional yang mengembangkan standar sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan.
Inisiatif ini dirancang sebagai pendekatan yang terstruktur dan menyeluruh untuk menangani serta memperbaiki dampak sosial maupun lingkungan yang ditimbulkan oleh praktik kehutanan di masa lalu. Secara khusus, kerangka kerja ini difokuskan pada wilayah-wilayah yang mengalami konversi hutan alam atau memiliki rekam jejak pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat.
Melalui penerapan Remedy Framework, FSC berupaya memastikan bahwa pelaku usaha kehutanan tidak hanya memperbaiki kesalahan masa lalu, tetapi juga mendorong tanggung jawab yang berkelanjutan terhadap keadilan sosial dan pelestarian lingkungan. Hal ini mencerminkan pergeseran paradigma dalam pengelolaan hutan yang tidak hanya mengejar aspek ekonomi, tetapi juga mengedepankan prinsip etika, transparansi, dan hak asasi manusia.

Sesi Pembuka: Sambutan dan Harapan Para Pemangku Kepentingan
Dalam sesi pembuka, Bapak Mangarah Silalahi memaparkan bahwa penyusunan panduan ini diawali dengan studi lapangan dan diskusi kelompok terfokus (FGD) di tiga provinsi: Jambi, Riau, dan Kalimantan Barat. Panduan ini dirancang sebagai refleksi dari pengetahuan lokal dan pengalaman masyarakat adat.

Ketua APHI, Bapak Indroyono Soesilo, menegaskan pentingnya panduan ini dalam konteks global, khususnya sebagai bagian dari komitmen terhadap perubahan iklim dan pelaksanaan remedy sosial. Beliau juga menyoroti kesiapan regulasi Indonesia, termasuk perkembangan perdagangan karbon dan pentingnya perlindungan hak-hak masyarakat.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari menambahkan bahwa kerangka kerja FSC diharapkan menjadi living document yang terus berkembang dan memberi kontribusi terhadap tata kelola kehutanan yang lebih sehat, kredibel, dan adil.
Sesi Talkshow: Perspektif Multi-Pihak terhadap Implementasi Kerangka Kerja
Dipandu oleh moderator Ibu Rulita, sesi talkshow menghadirkan pandangan enam narasumber kunci:
- Hartono Prabowo (FSC Indonesia) memaparkan potensi dan tantangan dalam pengembangan industri kehutanan, serta peran penting HTI dan hutan rakyat sebagai sumber bahan baku berkelanjutan.
- Ir. Erwan Sudaryanto (KemenLHK) menekankan pentingnya sinergi antara kerangka kerja FSC dengan regulasi nasional seperti SPLK dan perlunya panduan ini menjadi sifat mandatory demi perlindungan masyarakat dan pelestarian hutan.
- Elim Sritaba (APP Group) menyoroti bahwa panduan FSC menjadi acuan penting dalam proses health check sosial dan lingkungan. APP telah memulai inisiatif uji tuntas dan komunikasi lintas daerah sejak 2013.
- Emil Ola Kleden (YMKL) menyampaikan bahwa penggunaan istilah dalam panduan perlu disederhanakan agar dapat dimengerti masyarakat kampung, serta pentingnya strategi komunikasi dalam implementasi panduan.
- Prof. Dr. Prudensius Marling (Universitas Budi Luhur) menyatakan bahwa panduan ini kontekstual baik dari segi proses maupun substansi, dan menekankan bahwa kontekstualisasi adalah proses yang berkelanjutan dan partisipatif.
- Syafrin (Masyarakat Adat Sakai) mengungkapkan harapan agar panduan ini mampu mengangkat derajat masyarakat adat dan membuka ruang komunikasi yang setara antara perusahaan dan komunitas lokal.

Sesi Diskusi: Tantangan, Tanggapan, dan Harapan
Diskusi terbuka dengan peserta mengungkap berbagai tantangan lapangan, seperti kesenjangan komunikasi, posisi masyarakat transmigran, konflik tenurial, dan sinkronisasi dengan regulasi tambang. Beberapa poin penting dari diskusi:
- FPIC (Free, Prior, and Informed Consent) masih menghadapi tantangan implementasi di lapangan, namun manfaatnya mulai dirasakan oleh pelaku usaha.
- APP menegaskan komitmennya dalam resolusi konflik dan pembangunan berbasis komunitas.
- YMKL dan FSC sepakat bahwa proses remediasi perlu melibatkan transformasi sosial dan penguatan kapasitas lokal.
Sesi Tanggapan: Refleksi dan Langkah Lanjutan
Bapak Yando menutup sesi dengan refleksi kritis: “Dokumen ini adalah syarat penting, namun belum cukup. Kita perlu menyiapkan syarat cukupnya, termasuk kapasitas kebijakan, keterlibatan masyarakat, dan penguatan sumber daya manusia.”
Ia menegaskan bahwa pengakuan hutan adat yang masih terbatas menjadi bukti perlunya keberpihakan dan pengelolaan yang lebih inklusif dan aktif dari semua pihak.
Sesi Penutup: Semangat Kolaborasi untuk Masa Depan Hutan
Para narasumber menyampaikan harapan dan semangat kolaborasi:
- Emil Ola menyebut kerja ini sebagai pekerjaan besar yang perlu kedekatan dengan realitas di kampung.
- Prof. Pruden menekankan pentingnya kerja sama yang tulus untuk mencapai tujuan bersama.
- Syafrin berharap agar kearifan lokal tetap menjadi bagian dari kebijakan kehutanan.
- Elim Sritaba menegaskan pentingnya panduan ini sebagai pedoman kolaboratif untuk keberlanjutan.
- Erwan Sudaryanto menyampaikan bahwa niat baik menjadi awal dari hasil yang baik.
- Hartono Prabowo menyimpulkan dengan analogi “metamorfosis”: bahwa proses perubahan sosial menuju keadilan dan kesejahteraan membutuhkan waktu, tahapan, dan kesabaran.
Penutup
Peluncuran Panduan Penerapan Kerangka Kerja Perbaikan Sosial FSC ini menjadi tonggak penting dalam mendorong tata kelola kehutanan yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Dengan kolaborasi semua pihak, diharapkan panduan ini bukan sekadar dokumen, tetapi menjadi panduan hidup yang membentuk masa depan hutan Indonesia dan masyarakatnya.

Buku Panduan Penerapan Kerangka Kerja Perbaikan Sosial FSC dapat diakses melalui link berikut ini: